Kamis, 08 Januari 2015

Romantika Soekarno VS Hatta

ROMANTIKA SOEKARNO VS  HATTA

Oleh

Zumaida Ismuna



Soekarno hatta adalah dua pemimpin yang di kenal dengan sebutan Dwi Tunggal, Ir.Soekarno atau yang lebih sering di sapa dengan Bung Karno adalah pejuang nasionalis bangsa Indonesia, beliau sangat berperan dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah, Namun keberhasilan nya dalam melawan penjajah tak luput dari bantuan-bantuan pejuang lain nya yang salah satu nya adalah Dr.H.Mohammad Hatta atau sering di sapa dengan Bung Hatta yang sekaligus menjadi teman dekat Bung Karno, Beuliau ini adalah dua sahabat karib yang pada saat itu juga menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia setelah di Proklamirkan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945, perjalanan dalam melawan penjajah tidak lah mudah dan singkat, pengorbanan yang luar biasa dari para pejuang untuk menghantarkan Indonesia kegerbang kemerdekaan patut di acungi jempol dan di berikan apresiasi yang luar biasa, karena berjasa nya kedua tokoh ini sehingga menjadikan mereka sebagai pahlawan nasional Bangsa Indonesia.

Pemikiran dan ide-ide yang cemerlang nan kreatif dari Soekarno Hatta lah yang melepaskan Indonesia dari keterpurukan kekuasaan penjajah, namun siapa sangka ternyata kedua tokoh kita ini mempunyai aliansi atau aliran yang berbeda serta pemikiran yang selalu bertentangan, namun karena tujuan yang sama demi memajukan bangsa Indonesia mereka tetap bersatu dan selalu bermusyawarah dalam mengambil keputusan, Bung Karno yang terkenal flamboyan, humoris dan berapi-api, terutama jika berpidato di depan massa yang banyak ia beragitasi dan mengeluarkan semboyan yang membakar dan menggelegar, sedangkan Bung Hatta yang terkenal tidak banyak bicara, berpendirian teguh dan rendah hati dan berpidato dengan datar, namun tegas, dan terstruktur, tetapi kedua perbedaan itu tetap menyatukan mereka dalam visi dan misi yang sama yaitu memerdekakan bangsa Indonesia dari tangan sekutu. 

Selama menempuh jalan yang cukup panjang dalam membela bangsa Indonesia ternyata cukup banyak perdebatan dan pertentangan antara Bung Karno dan Hatta, salah satu nya seperti pertentangan pada sidang kabinet mengenai pencalonan KASAD baru, yang mengakibatkan jatuhnya kabinet Ali Sastroamidjojo dan Bung Hatta menulis sebuah surat kepada ketua parlemen pada 20 Juli 1956, yang berisi :“Setelah DPR yang dipilih oleh rakyat mulai bekerja, dan konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, sudah tiba waktunya bagi saya untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden.”Selanjut nya Pertentangan antara Soekarno-Hatta dalam kabinet Ali Sastroamidjojo II mengalami puncaknya yaitu dengan pengunduran diri Bung Hatta sebagai wakil presiden pada 1 Desember 1956. Pengunduran diri Bung Hatta dinilai merupakan kumpulan akumulasi dari beberapa konflik yang terjadi antara Bung Hatta dengan Bung karno yang tidak bisa diakhiri.

Meskipun dikenal dekat, Bung karno dan Bung Hatta seringkali terlibat pertentangan pendapat. Itu terjadi sejak mereka aktif dalam organisasi pergerakan pemuda menentang kolonialisme Belanda hingga akhirnya Bung Hatta mengundurkan diri dari pemerintahan.Tipikal keduanya memang berbeda. Soekarno adalah seorang solidarity maker yaitu seorang pemimpin yang pandai menarik simpati massa dan menggerakkan mereka untuk tujuan tertentu, sedangkan Hatta adalah seorang administrator yang ahli dalam penyelenggaraan negara.Kedua tokoh ini mempunyai perbedaan pandangan satu sama lain, terutama strategi dan orientasi politik keduanya. Disatu sisi Bung Karno ingin melanggengkan dominasinya meneruskan perjuangan revolusi, pada sisi lainnya Bung Hatta telah berpikir maju untuk segera mengakhiri Revolusi menuju kearah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Tak ada yang menyangka bahwa keputusan akhir ini lah yang akan di ambil oleh Bung Hatta, namun bukan berarti karena sering nya bertentangan dengan Bung Hatta, Bung Karno tidak mencoba memperbaiki keadaan ini, hal ini sudah di lakukan oleh beberapa pihak bahkan Soekarno sendiri pun sudah sudah membujuk Bung Hatta untuk mengubah pendirian nya, namun bujuk rayu Bung Karno tidak dapat mengoyangkan Bung Hatta, bahkan istri nya sendiri yang pada saat itu baru ia nikahi setelah Indonesia merdeka yang sesuai dengan janji nya bahwa ia akan menikah jika Indonesia telah merdeka dan janji itu ia tepati, setelah yang akhir nya Bung Hatta pun menikah dengan Seorang gadis yang berusia 20 tahun yang bernama Yuke di bantu oleh Soekarno dalam proses pelamaran nya juga tidak mampu meluruhkan keras nya hati Bung Hatta seorang yang sangat tegu pada pendirian nya, jika apa yang sudah ia lontarkan maka ia tidak akan pernah menarik nya kembali, itulah sifat Bung Hatta yang sangat-sangat teguh pada prinsip nya sendiri.

Namun itu pun tidak bisa sepenuh nya untuk di jadikan alasan Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan nya sebagai seorang Wakil Presiden, tetapi adapula perkiraan karena banyak nya perbedaan yang selama ini mereka coba satu kan namun tidak berhasil, salah satu nya yaitu perbedaan pemikiran politik mereka sendiri yang tak sejalan, baik secara nasionalisme, Demokrasi, Islam dan Ekonomi, Pada pandangan mengenai nasionalisme Bung karno dan paham kebangsaan Bung Hatta, memang ada kesamaan dalam konsep mereka untuk mempersatukan semua golongan dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari penjajahan kolonial Belanda. Namun, terdapat kecenderungan pemikiran nasionalisme yang dikembangkan oleh Bung karno memiliki sifat yang lebih radikal dari pada pemikiran Hatta. Ini wajar, jika kita lihat bagaimana hubungan Soekarno pada saat muda dan dewasa yang cenderung mengalami interaksi dengan beragam paham pemikiran dan bentuk pandangan politik, khususnya mengenai masalah nasionalisme.

Nah jika berbicara dalam konteks demokrasi yang berlandaskan kepada sosialisme. Mungkin Bung Hatta terlihat lebih konsisten dari pada Bung karno. Di mana Bung Hatta mampu memposisikan idealisme demokrasinya dengan terus berusaha mengingatkan, Bung karno yang pada saat awal tahun 1955 sudah mulai mengalami penyimpangan akibat tergiur oleh kekuasaan. Bagi Bung Hatta, demokrasi terpimpin (guided democracy) yang dikembangkan dan dimanifestasikan oleh Bung karno bukanlah bentuk demokrasi yang murni dan ideal diterapkan di Indonesia. Melainkan sebuah bentuk pemerintahan otoriter yang memangkas kedaulatan rakyat di dalam demokrasi.

Dalama konteks Islam pandangan kedua tokoh memiliki banyak kesamaan. Soekarno dan Hatta sepakat melihat Islam sebagai agama yang harus dan semestinya bersifat modernis dan terbuka, serta mampu menawarkan solusi bagi peradaban dan membangun kemerdekaan Indonesia. Bukan sebuah agama yang kolot dan tertutup dan bahkan menentang modernitas. Yang terakhir pada persoalan ekonomi, Bung Hatta setuju dengan konsep sosialisme religius yang menyatakan bahwa antara Islam dan Sosialisme saling membutuhkan dalam mencapai kemakmuran. Bung karno juga cenderung bersikap sama dengan Bung Hatta, tetapi dalam pelaksanaannya Bung karno lebih banyak meyimpang dari konsep awal yang dicanangkan dan dikonsepkan olehnya.

Meski dari segi pemikiran politik yang berbeda dan menyebabkan Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan nya, hal itu tidak membuat persahabatan kedua nya renggang dan simpang siur begitu saja, bahkan keakraban mereka semakin terasa saat Bung Hatta di mintai oleh Istri Bung karno yaitu Ibu Fatmawati untuk menjadi saksi dalam pernikahan anak nya yaitu Guntur. Karena pada saat itu Soekarno di tahan dan tidak di berikan izin oleh pemerintahan Soeharto selaku penganti nya atau presiden kedua RI dan bung Hatta dengan senang hati mengiya kan permintaan istri Bung Karno.

Dan hubungan unik dua pribadi ini mencapai ujungnya ketika Bung Karno sudah memasuki masa kritisnya. Bung Hatta mengajukan permohonan pada Presiden Soeharto untuk membesuk Bung Karno, Izin pun ia dapatkan. Tak lama kemudian dalam perbincangan mereka, beberapa kali air mata Bung Karno menetes ke bantal, sambil memandang Bung Hatta yang terus memijiti lengannya. Bung Karno minta dipasangkan kacamata agar dapat memandang Bung Hatta dengan lebih jelas. Tak ada kata-kata setelah itu. Pertemuan itu berlangsung 30 menit. 30 menit untuk selamanya. Karena beberapa hari kemudian Bung Karno wafat meninggalkan bangsanya.

Dan itu lah romantika dari kedua pejuang serta tokoh nasional Bangsa kita yaitu Bangsa Indonesia, banyak pelajaran yang dapat kita petik dan kita ambil contoh nya, ini lah tampilan dua orang memiliki pemikiran yang berbeda dan tampilan yang terkadang mesra terkadang berlumuran amarah namun tetap bersatu dan berhubungan harmonis hingga akhir usia nya.

Penulis Adalah Peminat Kajian-kajian Politik Nasional, dapat dihubungi di ZumaidaIsmuna@gmail.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar